Minggu, 08 Maret 2015

seperti inilah akhirnya?


Langit sore ini begitu terang. Seperti ingin mengajak khayalku untuk berlayang. Sudah lama tak kuhirup udara segar.  Aku butuh refresing, dan mungkin ini saat yang tepat.
Senja ini tak ku kunjungimu ditempat istimewa kita. Hatiku sudah meluluh pada kerasnya. Otak ini licik memang. Dia sudah tak mau kau bersedih pada penantian yang tak terhingga. Otak ingin au seperti dirinya. Idealis dan kuat!
Aku temani matahari menuju peraduan dengan 1 ice cone rasa coklat. Duduk ditaman, sendirian, menghibur diri sendiri. Ngenas ya? Memang. Tapi ini yang terbaik. Lebih baik aku pasrah menunggumu. Lebih baik aku mulai melupakan manusia yang tak mau mengertiku juga.
Aku ingat perkataan sahabatku, Linda :
“sayang, cuma kamu yang bisa ngendaliin diri kamu, cuma kamu yang jadi supir rasa rindu itu. Kamu sutradara sekaligus aktrisnya. Jadilah manusia yang kuat, jangan melulu jadiperindu masa lalu yang kelam” haha aku tertawa dalam hati,   “perindu masa lalu?”
Kini ice creamku sudah habis, tinggal aku duduk terdiam. Buku tere liye menjadi kawan yang tepat untuk pengusir gelisah. Tiba-tiba saja, tak lama berselang, muncul sepasang sepatu mulai mendekatiku. Dia mulai bersuara..
“permisi, boleh aku duduk disampingmu?”
Suara ini tak asing bagiku. Aku ingat lagi kejadian yang berlalu seperti ini. Adegan sama seperti bertemu kamu. Aku tatap mahluk tuhan seperti terkejut, kutatap nanarnya dimatamu. Itukah kamu brian? Benarkah ini engkau? Tanpa kusadari pelukan itu mendekap erat tubuhku, dan juga kamu. Tak terasa air mata ikut mengalir tanpa permisi dari bingkai mataku.
“Brian ini kah kamu? Dari mana saja kamu? Jahat kamu tak memberiku kabar sama sekali. Setega inikah padaku membuatku menangis mencarimu?” ucapku sambil terisak.
“maaf  Laras, tak memberitahumu dulu. Hehe, tadi aku mencarimu ditempat kita biasa bertemu, tapi kamu tak ada, dan seperti praduga ku kamu ada disini.” ucapnya sambil tersenyum lebar.
“Brian, jawab dulu pertanyaanku, kamu dari mana saja?”
“iya iya nona manja. Aku akan bercerita kemana saja kepergianku selama ini. Aku terbang ke Amerika mengejar mimpiku.”
“Mimpi?”
“iya, ada seorang pengusaha besar yang memberiku kesempatan untuk memamerkan seluruh koleksiku. Langsung saja aku terima dan aku langsung berangkat kesana” Ucapnya sambil tersenyum menghapus air mataku.
“tak bisakah juga kau mengabariku? Setidaknya ucap perpisahan agar tak buat aku khawatir?”
Tiba-tiba dari arah belakangmu muncul seorang wanita yang memangilmu. Dia nampak hangat dan segar. Wanita sempurna seperti dalam bayangmu dulu.
“Laras, aku ingin memperkenalkanmu pada seseorang. Dia seperti bidadari surga yang ingin menjagaku.”
Wanita itu mendekat. Kau merangkul pundaknya.
“ini Widia, kekasihku. Kami bertemu sewaktu aku di Amerika. Dia juga sedang studi disana. Kami bertukar pendapat dan ternyata kami punya kesamaan yang sama : melukis.” Ucapmu memperkenalkan padaku.
“Amerika? Kekasihmu?” ucapku lirih.
Dia seperti keturunan padang. Nampak jelas goresan ketangguhan dalam senapak alisnya. Matanya yang berbinar hanggat mungkin yang membuatmu jatuh cinta. Dia lembut dan menyejukkan. Pantas kamu suka padanya.
“oh, selamat Brian atas keberhasilanmu. Aku turut bahagia. Aku harus pulang.” Ucapku sambil membereskan barang-barang.
“okkay, hati-hati anak manja..”
Aku hanya tersenyum kecut membalas perkataan Brian. Secepat itukah dia pergi dariku. Ini mimpikah?
Sepanjang jalan nampak rinik hujan yang mengiringi kesedihan. Tak terasa air mata mengalir meluncur dengan derasnya seperti hujan yang turut serta. Aku berteduh di bawah jembatan. Tempat favorit kita berdua. Aku duduk pada pang-pangnya. Menatap gambar itu, berisi tulisanmu yang tertuliskan nama kita berdua. Kenangan ini seperti ingin membunuhku, mencekikku lewat memori-memori yang timbul dimana selalu ada kita bersama. Hanya dingin yang memeluk erat. Aku ingin pulang.
Pukul 7 malam aku baru bisa mendaratkan tasku pada tempatnya. Sesampainya di rumah aku langsung mandi. Membersihkan badanku yang basah kuyup sehabis menari dengan hujan. Selesai mandi aku tatap diriku pada cermin. Hanya terlihat aku dan mata ku yang bengak karena terlalu menangisi kepergianmu.
“ sudak kita akhiri cerita kita kah? Sudah diakhiri kisah kita kah? Sudah diakhiri juga petualangan hati?”
Kini berakhir sudah rasa penantianku olehmu. Terjawab juga teka-teki kemana kamu pergi. Hmm.. sambil menghela nafasku aku katakan:
“terimakasih Brian untuk rasa tak bertuan ini, terimakasih juga untuk pengalaman terbaik. Sebagaimana cinta ini muncul. Tak perlu aku menyalahkan cinta atau kamu. Ini aku. Diriku. Cinta serta hati. Aku berjanji akan menjaga cinta sekuat-kuatnya.”
Segera aku rapikan rambutku, aku rapikan badanku dengan baju hangat yang menjauhkan dari rasa dinggin yang menyelinap. Aku tersenyum menatap diriku sendiri. Kini cerita yang selalu aku bangakan itu telah berakhir.
Keluarnya aku dari kamar mandi, mataku langsung tersudut pada lukisanmu. Dia masih tertata rapi disana, didepan kasur indahku. Kutatap nanar lukisan itu.
“tenang Laras, ini akan baik-baik saja. Semua ini sudah berakhir, dan aku harus melupakannya karena dia milik orang lain. Percayalah kamu akan baik-baik saja.” Ucapku pada diri sendiri. Aku turunkan lukisanku dari tempatnya. Masih terbaca jelas tulisanmu dibelakang lukisan wajahku itu : untukmu wanita perkasa, yang selalu aku rindukan keberadaannya. Always love you.
Malam ini terlalu sepi. Hanya tinggal bekas hawa dingin yang mencoba menggoda rasa dingginku. Hmm, harus seperti ini kah pertemuan kita Brian. Hanya kau anggap temankah aku? Atau mungkin aku yang teralu berharap? Seketika aku mengingatmu kembali. Senyuman itu, candaan hangat itu, dekapan erat, mengalir seketika serasa ingin diingat. Malam ini aku hanya berkasih dengan bayangmu.
Kau wanita yang baik Widia, bidadari yang tepat untuk Brian. Sempurna, dan indah seperti yag Brian mau. Aku titipkan Brian padamu. Maaf aku mencintai kekasihmu, meminjamnya untuk menjadi malaikat yang selalu aku tunggu. Meminjamnya untuk ku rindu. Meminjam pundaknya saat aku butuh. Maaf jika itu lancang untukmu. Semga kau bahagia bersamanya.

seperti inilah akhirnya?


Langit sore ini begitu terang. Seperti ingin mengajak khayalku untuk berlayang. Sudah lama tak kuhirup udara segar.  Aku butuh refresing, dan mungkin ini saat yang tepat.
Senja ini tak ku kunjungimu ditempat istimewa kita. Hatiku sudah meluluh pada kerasnya. Otak ini licik memang. Dia sudah tak mau kau bersedih pada penantian yang tak terhingga. Otak ingin au seperti dirinya. Idealis dan kuat!
Aku temani matahari menuju peraduan dengan 1 ice cone rasa coklat. Duduk ditaman, sendirian, menghibur diri sendiri. Ngenas ya? Memang. Tapi ini yang terbaik. Lebih baik aku pasrah menunggumu. Lebih baik aku mulai melupakan manusia yang tak mau mengertiku juga.
Aku ingat perkataan sahabatku, Linda :
“sayang, cuma kamu yang bisa ngendaliin diri kamu, cuma kamu yang jadi supir rasa rindu itu. Kamu sutradara sekaligus aktrisnya. Jadilah manusia yang kuat, jangan melulu jadiperindu masa lalu yang kelam” haha aku tertawa dalam hati,   “perindu masa lalu?”
Kini ice creamku sudah habis, tinggal aku duduk terdiam. Buku tere liye menjadi kawan yang tepat untuk pengusir gelisah. Tiba-tiba saja, tak lama berselang, muncul sepasang sepatu mulai mendekatiku. Dia mulai bersuara..
“permisi, boleh aku duduk disampingmu?”
Suara ini tak asing bagiku. Aku ingat lagi kejadian yang berlalu seperti ini. Adegan sama seperti bertemu kamu. Aku tatap mahluk tuhan seperti terkejut, kutatap nanarnya dimatamu. Itukah kamu brian? Benarkah ini engkau? Tanpa kusadari pelukan itu mendekap erat tubuhku, dan juga kamu. Tak terasa air mata ikut mengalir tanpa permisi dari bingkai mataku.
“Brian ini kah kamu? Dari mana saja kamu? Jahat kamu tak memberiku kabar sama sekali. Setega inikah padaku membuatku menangis mencarimu?” ucapku sambil terisak.
“maaf  Laras, tak memberitahumu dulu. Hehe, tadi aku mencarimu ditempat kita biasa bertemu, tapi kamu tak ada, dan seperti praduga ku kamu ada disini.” ucapnya sambil tersenyum lebar.
“Brian, jawab dulu pertanyaanku, kamu dari mana saja?”
“iya iya nona manja. Aku akan bercerita kemana saja kepergianku selama ini. Aku terbang ke Amerika mengejar mimpiku.”
“Mimpi?”
“iya, ada seorang pengusaha besar yang memberiku kesempatan untuk memamerkan seluruh koleksiku. Langsung saja aku terima dan aku langsung berangkat kesana” Ucapnya sambil tersenyum menghapus air mataku.
“tak bisakah juga kau mengabariku? Setidaknya ucap perpisahan agar tak buat aku khawatir?”
Tiba-tiba dari arah belakangmu muncul seorang wanita yang memangilmu. Dia nampak hangat dan segar. Wanita sempurna seperti dalam bayangmu dulu.
“Laras, aku ingin memperkenalkanmu pada seseorang. Dia seperti bidadari surga yang ingin menjagaku.”
Wanita itu mendekat. Kau merangkul pundaknya.
“ini Widia, kekasihku. Kami bertemu sewaktu aku di Amerika. Dia juga sedang studi disana. Kami bertukar pendapat dan ternyata kami punya kesamaan yang sama : melukis.” Ucapmu memperkenalkan padaku.
“Amerika? Kekasihmu?” ucapku lirih.
Dia seperti keturunan padang. Nampak jelas goresan ketangguhan dalam senapak alisnya. Matanya yang berbinar hanggat mungkin yang membuatmu jatuh cinta. Dia lembut dan menyejukkan. Pantas kamu suka padanya.
“oh, selamat Brian atas keberhasilanmu. Aku turut bahagia. Aku harus pulang.” Ucapku sambil membereskan barang-barang.
“okkay, hati-hati anak manja..”
Aku hanya tersenyum kecut membalas perkataan Brian. Secepat itukah dia pergi dariku. Ini mimpikah?
Sepanjang jalan nampak rinik hujan yang mengiringi kesedihan. Tak terasa air mata mengalir meluncur dengan derasnya seperti hujan yang turut serta. Aku berteduh di bawah jembatan. Tempat favorit kita berdua. Aku duduk pada pang-pangnya. Menatap gambar itu, berisi tulisanmu yang tertuliskan nama kita berdua. Kenangan ini seperti ingin membunuhku, mencekikku lewat memori-memori yang timbul dimana selalu ada kita bersama. Hanya dingin yang memeluk erat. Aku ingin pulang.
Pukul 7 malam aku baru bisa mendaratkan tasku pada tempatnya. Sesampainya di rumah aku langsung mandi. Membersihkan badanku yang basah kuyup sehabis menari dengan hujan. Selesai mandi aku tatap diriku pada cermin. Hanya terlihat aku dan mata ku yang bengak karena terlalu menangisi kepergianmu.
“ sudak kita akhiri cerita kita kah? Sudah diakhiri kisah kita kah? Sudah diakhiri juga petualangan hati?”
Kini berakhir sudah rasa penantianku olehmu. Terjawab juga teka-teki kemana kamu pergi. Hmm.. sambil menghela nafasku aku katakan:
“terimakasih Brian untuk rasa tak bertuan ini, terimakasih juga untuk pengalaman terbaik. Sebagaimana cinta ini muncul. Tak perlu aku menyalahkan cinta atau kamu. Ini aku. Diriku. Cinta serta hati. Aku berjanji akan menjaga cinta sekuat-kuatnya.”
Segera aku rapikan rambutku, aku rapikan badanku dengan baju hangat yang menjauhkan dari rasa dinggin yang menyelinap. Aku tersenyum menatap diriku sendiri. Kini cerita yang selalu aku bangakan itu telah berakhir.
Keluarnya aku dari kamar mandi, mataku langsung tersudut pada lukisanmu. Dia masih tertata rapi disana, didepan kasur indahku. Kutatap nanar lukisan itu.
“tenang Laras, ini akan baik-baik saja. Semua ini sudah berakhir, dan aku harus melupakannya karena dia milik orang lain. Percayalah kamu akan baik-baik saja.” Ucapku pada diri sendiri. Aku turunkan lukisanku dari tempatnya. Masih terbaca jelas tulisanmu dibelakang lukisan wajahku itu : untukmu wanita perkasa, yang selalu aku rindukan keberadaannya. Always love you.
Malam ini terlalu sepi. Hanya tinggal bekas hawa dingin yang mencoba menggoda rasa dingginku. Hmm, harus seperti ini kah pertemuan kita Brian. Hanya kau anggap temankah aku? Atau mungkin aku yang teralu berharap? Seketika aku mengingatmu kembali. Senyuman itu, candaan hangat itu, dekapan erat, mengalir seketika serasa ingin diingat. Malam ini aku hanya berkasih dengan bayangmu.
Kau wanita yang baik Widia, bidadari yang tepat untuk Brian. Sempurna, dan indah seperti yag Brian mau. Aku titipkan Brian padamu. Maaf aku mencintai kekasihmu, meminjamnya untuk menjadi malaikat yang selalu aku tunggu. Meminjamnya untuk ku rindu. Meminjam pundaknya saat aku butuh. Maaf jika itu lancang untukmu. Semga kau bahagia bersamanya.

seperti inilah akhirnya?


Langit sore ini begitu terang. Seperti ingin mengajak khayalku untuk berlayang. Sudah lama tak kuhirup udara segar.  Aku butuh refresing, dan mungkin ini saat yang tepat.
Senja ini tak ku kunjungimu ditempat istimewa kita. Hatiku sudah meluluh pada kerasnya. Otak ini licik memang. Dia sudah tak mau kau bersedih pada penantian yang tak terhingga. Otak ingin au seperti dirinya. Idealis dan kuat!
Aku temani matahari menuju peraduan dengan 1 ice cone rasa coklat. Duduk ditaman, sendirian, menghibur diri sendiri. Ngenas ya? Memang. Tapi ini yang terbaik. Lebih baik aku pasrah menunggumu. Lebih baik aku mulai melupakan manusia yang tak mau mengertiku juga.
Aku ingat perkataan sahabatku, Linda :
“sayang, cuma kamu yang bisa ngendaliin diri kamu, cuma kamu yang jadi supir rasa rindu itu. Kamu sutradara sekaligus aktrisnya. Jadilah manusia yang kuat, jangan melulu jadiperindu masa lalu yang kelam” haha aku tertawa dalam hati,   “perindu masa lalu?”
Kini ice creamku sudah habis, tinggal aku duduk terdiam. Buku tere liye menjadi kawan yang tepat untuk pengusir gelisah. Tiba-tiba saja, tak lama berselang, muncul sepasang sepatu mulai mendekatiku. Dia mulai bersuara..
“permisi, boleh aku duduk disampingmu?”
Suara ini tak asing bagiku. Aku ingat lagi kejadian yang berlalu seperti ini. Adegan sama seperti bertemu kamu. Aku tatap mahluk tuhan seperti terkejut, kutatap nanarnya dimatamu. Itukah kamu brian? Benarkah ini engkau? Tanpa kusadari pelukan itu mendekap erat tubuhku, dan juga kamu. Tak terasa air mata ikut mengalir tanpa permisi dari bingkai mataku.
“Brian ini kah kamu? Dari mana saja kamu? Jahat kamu tak memberiku kabar sama sekali. Setega inikah padaku membuatku menangis mencarimu?” ucapku sambil terisak.
“maaf  Laras, tak memberitahumu dulu. Hehe, tadi aku mencarimu ditempat kita biasa bertemu, tapi kamu tak ada, dan seperti praduga ku kamu ada disini.” ucapnya sambil tersenyum lebar.
“Brian, jawab dulu pertanyaanku, kamu dari mana saja?”
“iya iya nona manja. Aku akan bercerita kemana saja kepergianku selama ini. Aku terbang ke Amerika mengejar mimpiku.”
“Mimpi?”
“iya, ada seorang pengusaha besar yang memberiku kesempatan untuk memamerkan seluruh koleksiku. Langsung saja aku terima dan aku langsung berangkat kesana” Ucapnya sambil tersenyum menghapus air mataku.
“tak bisakah juga kau mengabariku? Setidaknya ucap perpisahan agar tak buat aku khawatir?”
Tiba-tiba dari arah belakangmu muncul seorang wanita yang memangilmu. Dia nampak hangat dan segar. Wanita sempurna seperti dalam bayangmu dulu.
“Laras, aku ingin memperkenalkanmu pada seseorang. Dia seperti bidadari surga yang ingin menjagaku.”
Wanita itu mendekat. Kau merangkul pundaknya.
“ini Widia, kekasihku. Kami bertemu sewaktu aku di Amerika. Dia juga sedang studi disana. Kami bertukar pendapat dan ternyata kami punya kesamaan yang sama : melukis.” Ucapmu memperkenalkan padaku.
“Amerika? Kekasihmu?” ucapku lirih.
Dia seperti keturunan padang. Nampak jelas goresan ketangguhan dalam senapak alisnya. Matanya yang berbinar hanggat mungkin yang membuatmu jatuh cinta. Dia lembut dan menyejukkan. Pantas kamu suka padanya.
“oh, selamat Brian atas keberhasilanmu. Aku turut bahagia. Aku harus pulang.” Ucapku sambil membereskan barang-barang.
“okkay, hati-hati anak manja..”
Aku hanya tersenyum kecut membalas perkataan Brian. Secepat itukah dia pergi dariku. Ini mimpikah?
Sepanjang jalan nampak rinik hujan yang mengiringi kesedihan. Tak terasa air mata mengalir meluncur dengan derasnya seperti hujan yang turut serta. Aku berteduh di bawah jembatan. Tempat favorit kita berdua. Aku duduk pada pang-pangnya. Menatap gambar itu, berisi tulisanmu yang tertuliskan nama kita berdua. Kenangan ini seperti ingin membunuhku, mencekikku lewat memori-memori yang timbul dimana selalu ada kita bersama. Hanya dingin yang memeluk erat. Aku ingin pulang.
Pukul 7 malam aku baru bisa mendaratkan tasku pada tempatnya. Sesampainya di rumah aku langsung mandi. Membersihkan badanku yang basah kuyup sehabis menari dengan hujan. Selesai mandi aku tatap diriku pada cermin. Hanya terlihat aku dan mata ku yang bengak karena terlalu menangisi kepergianmu.
“ sudak kita akhiri cerita kita kah? Sudah diakhiri kisah kita kah? Sudah diakhiri juga petualangan hati?”
Kini berakhir sudah rasa penantianku olehmu. Terjawab juga teka-teki kemana kamu pergi. Hmm.. sambil menghela nafasku aku katakan:
“terimakasih Brian untuk rasa tak bertuan ini, terimakasih juga untuk pengalaman terbaik. Sebagaimana cinta ini muncul. Tak perlu aku menyalahkan cinta atau kamu. Ini aku. Diriku. Cinta serta hati. Aku berjanji akan menjaga cinta sekuat-kuatnya.”
Segera aku rapikan rambutku, aku rapikan badanku dengan baju hangat yang menjauhkan dari rasa dinggin yang menyelinap. Aku tersenyum menatap diriku sendiri. Kini cerita yang selalu aku bangakan itu telah berakhir.
Keluarnya aku dari kamar mandi, mataku langsung tersudut pada lukisanmu. Dia masih tertata rapi disana, didepan kasur indahku. Kutatap nanar lukisan itu.
“tenang Laras, ini akan baik-baik saja. Semua ini sudah berakhir, dan aku harus melupakannya karena dia milik orang lain. Percayalah kamu akan baik-baik saja.” Ucapku pada diri sendiri. Aku turunkan lukisanku dari tempatnya. Masih terbaca jelas tulisanmu dibelakang lukisan wajahku itu : untukmu wanita perkasa, yang selalu aku rindukan keberadaannya. Always love you.
Malam ini terlalu sepi. Hanya tinggal bekas hawa dingin yang mencoba menggoda rasa dingginku. Hmm, harus seperti ini kah pertemuan kita Brian. Hanya kau anggap temankah aku? Atau mungkin aku yang teralu berharap? Seketika aku mengingatmu kembali. Senyuman itu, candaan hangat itu, dekapan erat, mengalir seketika serasa ingin diingat. Malam ini aku hanya berkasih dengan bayangmu.
Kau wanita yang baik Widia, bidadari yang tepat untuk Brian. Sempurna, dan indah seperti yag Brian mau. Aku titipkan Brian padamu. Maaf aku mencintai kekasihmu, meminjamnya untuk menjadi malaikat yang selalu aku tunggu. Meminjamnya untuk ku rindu. Meminjam pundaknya saat aku butuh. Maaf jika itu lancang untukmu. Semga kau bahagia bersamanya.

Senin, 16 Februari 2015

selasar rindu


masih ditempat yang sama, aku, duduk di pojok perpustakaan kota. hujan, dingin, dengan tumpukan buku yang berada di depanku, aku mencoba mengalihkan fokusku menunggumu. yaa, cara seperti ini aku habiskan setiap senjaku dengan keadaan yang sama, tanpa kepastian apapun.
lantas kamu? apa yang sedang kau lakukan senja ini? apa kau lakukan hal yang sama sepertiku? masih ingatkah kau tentang ingatan lalu? masih ingatkah tentang sebulan lalu? kau masih hangat menebar senyum indahmu padaku. aku masih ingat kamu menertawaiku, mengguyonkan muka konyol yang membuatku memerah dan malu.
singkat perkenaan kita tuan, 6 bulan lalu, ditempat ini. hanya dengan alasan tak ada meja lain di perpustakaan ini, memaksamu berbagi bangku dengan gadis selugu aku. singkat cerita akhirnya kita berkenalan dan saling mengobrol panjang lebar hingga tak terasa malam telah menghadang. hingga kamu meminta nomor telp ku. dengan alasan kau ingin berjumpa lagi denganku suatu hari. sesampai dirumah, telfnku berdering. ada pesan singkat dari nomor baru.
"aku senang mengenalmu, tak mengerti ternyata cara Tuhan baik mempertemukanku dengan wanita semenarikmu, aku merindu.
(Brian)"
itukah kamu. ini SMS darimu? haha betapa pandai caramu tuan buatku melayang seperti ini.
kata-katamu masih sangat hidup dipikiranku. hingga sekarang. kecocokan kita yang begitu sederhana, berakhir kenyamanan karena saling berkhayal. aku dengan tulisanku, dan kamu, kamu dengan lukisan indah itu.
tak terasa hari sudah ingin keperaduan, lampu taman kota sudah menebar kelap-kelipnya yang dirindukan. aku beranjak dari tempat nyaman kita, aku selipkan note kecil untukmu, berharap kamu datang dan membacanya. mengingat satu bulan lalu kamu menghilang tanpa kabar, tanpa berita, begitu saja.
aku berlalu di kamarku. kulihat berbagai lukisanmu masih menghiasi dinding kamar dengan sangat rapi. aku mengambil satu, yang katanya hasil karya terbaikmu. itu fotoku, waktu aku sedang beimajinasi berat soal novel pertamaku. aku dekapkan erat lukisan itu, berharap bisa membayangkanmu, mencium aroma kerjakerasmu. tiba-tiba, semula aku yang kuat, harus menyadari kelemahanku. aku menangis malam ini, dan kau tau, itu karena mu.
tak sudikah kamu menghubungiku sejenak? tak maukah kamu menelponku, membalas emailku, atau sms kenomerku? tak taukah kamu sudah membuat gadis lugu ini cemas dan khawatir dengan keadaaanmu! aku gusar, dengan segenap air mata yang tak tau sudah berapa banyak. aku tertidur.
tuan, jika suatu saat nanti kau kembali, ingatkan aku untuk mengatakan padamu bahwa aku mengagumimu semenjak pertama kita bertemu. aku jatuh cinta padamu, pada tatapan bola mata indah yang kamu miliki. kamu sebagai sumber imajinasi berbagai karya hebat yang dikagumi orang. hingga aku harus merasakan rindu yang tak berkesudahan saat kau tak pulang dihati ini lagi. dan kamu juga harus tau bagaimana denyut jantungku minta didengar saat aku berada disampingmu.
di tempat ini, meja pojok kesukaan kita menjadi saksi, tentang dua orang manusia berbagi cerita, asa serta mimpi masa depannya. aku masih menunggumu, disetiap senja kecintaanmu :')

dari yang mengagumimu sangat, wanita yang memintamu pulang dan kembali.

Rabu, 17 Desember 2014

halo, apa kabar cinta pertama..


Halo, selamat pagi. Masih sama, memiliki perasaan yang ama setiap harinya. Terimakasih Tuhan, menciptakan matahari yang begitu cerah, sebagai penghangat dibumi. Masih menyemangatiku juga tentang kebahagiaan, harapan dan cita-cita.

oh iyaa,.. tentang cita-citaa..

halo cinta pertama, apa kabarmu kini? masihkah kamu baik-baik saja seperti dulu? sudah lama aku tak mendengar kabarmu, sudah lama juga aku tak menstalkingmu lagi, apalagi mengkepo media sosialmu kini. apa kamu masih menjadi pangeran berkuda putih yang dulu selalu ku banggakan?

aku menulis ini, disela kelelahanku dengan semua kepenatan kuliah. tiba--tiba aku teringan tentang mu,. tiba-tiba saja aku merasakan rindu yang menyesaki dada. yaa, rindu yang tak terungkap 6 tahun ini, cinta yang tak pernah terucap selama 6 tahun ini.

aku pikir aku sudah lupa bagaimana cara untuk merindumu. ketika aku sudah tenggelam dalam kesibukaku kini, dan kau menghilang tanpa jejak yang tak pernah ku temui. lantas bagaimana aku mengerti bila tiba-tiba saja aku merindumu lagi..

aku, masih menjadi aku. aku yang malu untuk bertemu, aku yang malu bila berpapasan denganmu, malu untuk melihatmu, apalagi untuk menyapamu. ingatkah kamu, aku tak pernah berani untuk menatapmu, selalu saja kepalaku menunduk. bukan aku sombong, tapi mengerti lah, hati ini tak kuasa, aku terlalu takut untuk memperlihatkan wajahku yang nerveous kepadamu :)

aku juga masih menjadi pemujamu, yang menempatkamu dalam posisi yang tak bisa diganggu oleh orang lain. masih sering melihat foto lamamu, mengegumi senyum indahmu yang menurutku renyah :D debaran jantungku masih saja menghiasi ketika aku ingat dirimu lagi.

duhai kamu, kau masih jadi bagian dari cita-citaku. masih menjadi mimpi serta harapan yang masih aku perjuangkan. tetap menjadi nama yang selalu ada dalam doa disetiap sujudku.

dan semoga kelak, kita bisa bertemu, pada saat yang tepat. dan kamu menjadi bagian dari diriku dimasa depan..


untukmu yang merasakan dingin nya udara Amerika,.
dari pengagum yang selalu bersembunyi dibalik pintu IX F:)

Senin, 15 Desember 2014

tuan tak bernama

sore ini aku mencoba menatap langit yang tak memberi sedikit ruang untuk mencari adil. hay langit, mengapa didunia ini tak ada jawab atas kegelisahan, mengapa semua orang hanya saling menyalahkan takdir yang tak tau apa-apa.. memang manusia tak pernah berfikir karena takdirlah mereka hidup, karena takdirlah cinta itu muncul.. yaa mereka memang manusia, hanya manusia,.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
masih sama, aku disini dengan setumpuk buku, di ujung perpustakaan bersama teh hangat dan hujan. masih aku ingat juga tentang kenangan yang ada disini, yang pernah menjadi bagian hidupku, dan mungkin hidupmu juga,. yaaa,.. ingat tidak? sebulan lalu kamu masih menemaniku disini, masih bercanda, menebar senyum yang aku rindukan, merangkul pundakku, memberi kehangatan bagi hati yang hampa ini,.

apa kabarmu tuan? sudah lama aku tak mincium aroma coklat yang keluar dari parfum kesukaanmu itu. aroma yang aku cintai rasanya hingga aku tak mau beranjak jauh dari sisimu. apa kamu masih suka kopi hitammu itu?  kopi yang kau banggakan yang rasanya bisa menemani malammu hingga pagi, yang kadang juga membuatku cemburu, karena kopi menjadi imajinasimu bercerita,.

seminggu lalu kamu memutuskan pergi dariku, tanpa kabar, tanpa pesan terakhir,. aku telefon, sms, tak ada yang kamu jawab, bahkan emailku kamu abaikan begitu saja. kamu kemana? apa kamu tak khawatir membuat gadis kecil ini gelisah?

aku pulang dari penantianku. aku pikir kamu akan datang seperti dulu. tiba-tiba.

aku rebahkan tubuhku, kulihat bintang buatanmu gemerlap karena pantulan cahaya. aku mulai melayang tuan. ini apa namanya, perasaan apa yang aku rasakan padamu nyatanya? cinta? secepat itukan? perasaan gelisah dan khawatir ini selalu bebas menari indah di otakku. aku mengingkarinya,. kamu bukan siapa-siapa untukku dan aku tak perlu mengkhawatirkanmu. seketika air mataku tak terbendung asanya..

kamu siapa tuan? aku hanya mengenalmu sebagai pemimpi hebat, yang mengajariku bermimpi bertemu malaikat. kamu hanya laki-laki yang tak mengenal permisi ketika duduk disampingku, tanpa rasa bersalah. lalu kita saling mengenal begitu saja. perkenalan yang simpel yang menurutku tak akan ada cinta. bukankah cinta menurutmu hanya tumbuh pada pandangan pertama, pada degup pertama yang meletup letup dijantungmu.?

seminggu lalu kamu ungkapkan sesuatu padaku. kamu seperti merasakan perasaan nyaman dan senang berada di dekatku.. kamu utarakan semua, hingga aku pikir kamu akan memintamu untuk menjadi pengisi cerita hidupmu kelak,. tapi setelah pertemuan kita waktu itu kamu hilang, tak memberiku kabar kemana kamu pergi dan mengapa kamu pergi. kamu meninggalkan tanda tanya besar untuk hati ku kini. apa yang sedang kau pikirkan dan kamu lakukan kini? apa kamu memang hanya menjadi angin malam yang menyapaku saja, tanpa ingin tinggal dan memberikan memori indah untukku, untuk hati yang kesepian ini?

aku rindu.yaa aku rindu denganmu tuan tanpa nama,.



ini yang menulis surat untukmu,
yang sering kau panggil airy,.
peri kecilmu :')

Jumat, 17 Oktober 2014

pengakuanku

entah, aku mash merasakan sakit ketika aku ingat pengakuanmu padaku. hari dimana aku telah memutuskan aku memilhmu kembali untuk jadi yg trakhr, tapi ternyt bukn hany kamu diantara pilhn yg ada, tetapi ternyata aku juga menjadi pilhn untkmu. aku tak percaya kau tega lakukan it padaku, mendua tanpa aku tau. aku mengenalmu sebagai pria baik, yang aku kira kau tak akan khianatiku sejauh in. tapi, semua kepercayaanku kau rampas bgtu saja bersama wanita yang baru saja kau kenal it.
sungguh sayang, smua kata cinta yang kau lontarkan padany membuatku tersudt kaku, membuatku terpental pada kenangan kita dhulu. salah apa aku padamu? kurang apa aku untkmu sehingga kau lakukan in padaku. membuat ikatan lain selain aku kah yg pantas aku terima? sungguh aku sudah lakukan yang terbaik untuk hubungan kita selama ini.
aku memang bukan wanita baik, aku memang telah membuat bnyk pria meluluh hatiny padaku, tapi yg perlu kamu tau, aku mash untkmu, cintaku msh brthn 1 untukmu seorang.
disini, aku mash brthn sayang,.
sejauh ini aku masih bertahan. rasa sakit yang masih kau berikan tak berarti apa-apa untukku, bukankah ini salah satu perjuangan ku untukmu. aku yang dahulu tak suka padamu, tak sayang padamu, sekarang melakukan hal seperti ini padamu? ironi bukan sayang? ini bentuk sayangku padamu, lalu bagaimana dengan kamu? kamu menyatakan cinta padaku kembali, tapi kau masih menggandeng "wanita" lain.
segelas air putih yang dahulu kaubawakan padaku, sekarang berubah seperti racun untukku. semua kata cintamu, pengakuan sayang itu, hanya mimpi yang tetap semu untukku. jika Tuhan mengijinkan aku memutar waktu, aku tak pernah meminta kamu untuk dihadirkan dihari-hariku. bukan aku menyesal, hatiku terlalu rapuh menerima luka yang kau hadirkan setiap hari.